Pengertian Fanatisme - Memahami lebih dalam Apa itu Fanatisme
Fanatisme telah membuktikan bahwa fenomena kompleks yang dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan individu dan masyarakat.
Pernahkah Anda terkejut dengan sejauh mana fanatisme dapat memengaruhi pikiran dan tindakan seseorang? Fanatisme merupakan suatu sikap dengan keyakinannya yang kuat dan penolakannya terhadap perspektif lain, telah menciptakan dampak yang mengganggu dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Mari kita bersama-sama membahas fenomena yang kompleks ini dan mengeksplorasi makna dan implikasi dari fanatisme.
Pengertian Fanatisme menurut Ahli
Eric Hoffer, seorang filsuf dan penulis, menggambarkan fanatisme sebagai penyakit mental dengan mengidentifikasikan diri dengan kelompok tertentu. Menurutnya, fanatisme terjadi ketika seseorang merasa tidak memiliki identitas atau tujuan yang jelas dan menemukan kenyamanan dan tujuan dalam fanatisme suatu kelompok.
Penulis dan jurnalis George Orwell mendefinisikan fanatisme sebagai ketidakmampuan untuk mengubah pikiran seseorang dan kelupaan bahwa satu-satunya kepentingan yang patut dipertahankan adalah kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Orwell mengkritik fanatisme karena dapat menghancurkan pemikiran kritis dan mendorong perilaku ekstrem.
Sosiolog dan ahli teori sosial Max Weber mengaitkan fanatisme dengan agama, yang dilihatnya sebagai penekanan pada nilai-nilai absolut dan penggunaan kekerasan untuk mempertahankannya. Weber melihat fanatisme agama sebagai manifestasi dari keyakinan yang dipegang teguh dan penolakan terhadap ide-ide yang berlawanan.
Psikolog sosial Theodor Adorno menggambarkan fanatisme sebagai pemaksaan kehendak, penindasan terhadap pemikiran independen, dan pengabaian terhadap realitas. Adorno melihat fanatisme sebagai kecenderungan untuk memprioritaskan kepentingan kelompok, mengabaikan keragaman, dan menghancurkan kebebasan individu.
Psikolog politik Karen Stenner menggambarkan fanatisme sebagai kecenderungan untuk menganggap perbedaan dan keragaman sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, sebuah gerakan untuk membatasi kebebasan individu atau kelompok lain. Dia menekankan bahwa prasangka sering kali berasal dari ketidaksukaan terhadap perbedaan atau keinginan untuk mempertahankan keseragaman dalam suatu kelompok atau masyarakat.
Psikolog sosial Richard E. Nisbet mengaitkan fanatisme dengan adanya bias kognitif. Bias konfirmasi adalah kecenderungan manusia untuk mencari dan memilih informasi yang mendukung pandangan yang sudah ada, sementara mengabaikan atau menolak informasi yang bertentangan.
Albert Ellis, seorang psikolog terkenal dan pendiri terapi motivasi rasional, melihat fanatisme sebagai bentuk pemikiran irasional dan distorsi kognitif. Ellis berpendapat bahwa fanatisme sering kali melibatkan keyakinan absolut dan menolak keberatan dengan alasan yang rasional.
Filsuf Martha C. Nussbaum berpendapat bahwa prasangka terkait dengan intoleransi terhadap perbedaan dan kegagalan untuk memberikan nilai pada sudut pandang yang berbeda. Menurutnya, prasangka sering kali disertai dengan kurangnya empati dan ketidakmampuan untuk memahami pengalaman dan pandangan orang lain.
Apakah Fantisme Merupakan Gangguan Jiwa?
Jonathan Haidt Jonathan Haidt adalah seorang psikolog sosial yang percaya bahwa paranoia belum tentu merupakan penyakit mental. Sebaliknya, ia percaya bahwa fanatisme adalah hasil dari kekuatan psikologis dan sosial yang memengaruhi individu, seperti identitas kelompok yang kuat dan rasa moralitas yang kuat. Psikiater Vamik D. Volkan percaya bahwa perilaku paranoid dapat dikaitkan dengan gangguan psikologis, terutama ketika ada tanda-tanda psikopatologi yang mendasarinya. Menurut Volkan, fanatisme mungkin merupakan gejala dari gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian paranoid atau gangguan kepribadian narsistik.
Psikolog Albert Ellis, pendiri terapi emosi rasional, percaya bahwa fanatisme dapat dikaitkan dengan cara berpikir yang tidak rasional dan distorsi kognitif. Ellis melihat fanatisme sebagai ekstremisme pemikiran yang kaku dan tidak toleran terhadap sudut pandang alternatif, tetapi tidak mengkategorikannya secara khusus sebagai penyakit mental. Richard E. Nisbett: Psikolog sosial Richard E. Nisbett berpendapat bahwa paranoia mungkin terkait dengan adanya bias kognitif, seperti bias konfirmasi, kecenderungan untuk mencari informasi yang mendukung pandangan yang sudah ada, dan penolakan terhadap pandangan yang berlawanan. Namun, ia tidak secara eksplisit mengklasifikasikan paranoia sebagai penyakit mental.
Dikutip dari situs web Rumah Sakit Awalbros, fanatisme terjadi akibat keyakinan yang berlebihan terhadap sesuatu. Fanatisme dapat diklasifikasikan sebagai gangguan psikologis ketika hal itu berdampak negatif pada orang dan mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Kesimpulannya, fanatisme telah membuktikan bahwa fenomena kompleks yang dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan individu dan masyarakat. Fanatisme dapat muncul dalam berbagai konteks, baik dalam agama, politik, olahraga, atau hiburan. Dampak dari fanatisme adalah polarisasi, perpecahan, dan berkurangnya toleransi dan pluralisme dalam masyarakat. Fanatisme juga dapat mengarah pada perilaku ekstrem, konflik, dan bahkan kekerasan.
Memiliki keyakinan terhadap sesuatu dan memegang teguh hal itu tidak ada salahnya, namun ketika hal tersebut sudah berlebihan bahkan tidak menghargai perbedaan orang lain akan menimbulkan banyak konflik bagi lingkungan sekitar dan lebih parahnya lagi menimbulkan gangguan psikologis bagi diri sendiri. Tes Psikologi Online yang tersedia di NS Development dapat membantu anda unutk mengetahui informasi tentang psikologis Anda.