Gangguan Kepribadian Paranoid, Kenali Gejala, Ciri-ciri dan Upaya Penanganannya
Paranoid merupakan bagian dari gangguan proses pikir yang meliputi gangguan bentuk pikiran, gangguna arus pikiran, gangguan isi pikiran. Gangguan isi pikiran dapat terjadi baik pada isi non-verbal maupun pada isi pikiran yang diceritakan misal extansi, fantasi, hobi, curiga, waham, dan sebagainya
Gangguan Kepribadian Paranoid (Paranoid Personality Disorders) adalah pola kepribadian yang didominasi oleh ketidak-percayaan dan kecurigaan terhadap orang lain disertai rasa dengki. Orang yang mengalami gangguan ini sering cepat marah, sulit diajak bergaul, dan bereaksi terhadap frustrasi dengan gerakan “balas dendam”. Dan gangguan ini lebih umum dialami oleh kaum pria serta tidak jelas penyebabnya.
Berikut akan dijelaskan lebih detail pengertian paranoid, epidemologinya, ciri-ciri gangguan paranoid, diagnosa banding, penyebab dan upaya penanganan gangguan paranoid.
PENGERTIAN GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Paranoid merupakan bagian dari gangguan proses pikir yang meliputi gangguan bentuk pikiran, gangguna arus pikiran, gangguan isi pikiran. Gangguan isi pikiran dapat terjadi baik pada isi non-verbal maupun pada isi pikiran yang diceritakan misal extansi, fantasi, hobi, curiga, waham, dan sebagainya (Maramis, 2004). Paranoid merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain atau lingkungan yang ditandai dengan perasaan tidak percaya, ragu dan perilaku tersebut jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain/ lingkungan (Budi Anna Keliat, 2010).
Dalam kamus psikologi (Chaplin, J. P, 2008), paranoid didefinisikan sebagai suatu ciri gangguan psikotik yang ditandai adanya delusi yang sistematis atau waham dengan sedikit deterioasi. Hal ini cenderung menetap dan cukup kuat pengaruhnya serta incapacity. Gangguan kepribadian paranoid paling banyak terjadi pada kaum laki-laki dan paling banyak dialami bersama dengan gangguan kepribadian skizotipal, ambang, dan menghindar. Prevalensinya berkisar 2 persen diantara populasi.
EPIDEMIOLOGI GANGGUAN PARANOID
Prevalensi gangguan kepribadian paranoid adalah 0,5 -2,5 persen. Orang dengan gangguan ini jarang mencari pengobatan sendiri. Jika dirujuk ke pengobatan oleh pasangan atau perusahaannya, mereka seringkali menarik orang lain bersama-sama dan tidak tampak menderita. Sanak saudara pasien skizofrenik menunjukkan insidensi gangguan kepribadian paranoid yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Gangguan ini lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Insidensi diantara homoseksual tidak lebih tinggi daripada umumnya, seperti yang dulu diperkirakan, tetapi dipercaya lebih tinggi pada kelompok minoritas, imigran, dan tunarungu dibandingkan populasi umum.
CIRI-CIRI GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Gangguan kepribadian paranoid memiliki ciri-ciri khusus yang dapat dikenali. Ciri-ciri gangguan kepribadian Paranoid sebagai berikut:
- Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
- Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam,misalnya menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil
- Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan;
- Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada (actualsituation)
- Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang kesetiaan seksual dari pasangannya
- Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self-refential attitude)
- Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substansif dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada umumnya.
Beberapa gejala umumyang ditunjukan dalam gangguan kepribadian paranoid antara lain sebagai berikut:
- Kecurigaan yang sangat berlebihan.
- Meyakini akan adanya motif-motif tersembunyi dari orang lain.
- Merasa akan dimanfaatkan atau dikhianati oleh orang lain.
- Ketidakmampuan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.
- Isolasi sosial.
- Gambaran yang buruk mengenai diri sendiri.
- Sikap tidak terpengaruh.
- Rasa permusuhan.
- Secara terus menerus menanggung dendam yaitu dengan tidak memaafkan kerugian, cedera atau kelalaian.
- Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah dan balas menyerang.
- Enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut yang tidak perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat untuk melawan dirinya.
- Kurang memiliki rasa humor.
- Mereka yang memiliki gangguan ini menunjukan kebutuhan yang tinggi terhadap mencukupi dirinya, terkesan kaku dan bahkan memberikan tuduhan kepada orang lain. Dikarenakan perilaku menghindar mereka terhadap kedekatan dengan orang lain menjadikan mereka terlihat sangat penuh perhitungan dalam bertindak dan juga berkesan dingin. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kebanyakan gangguan ini ditemukan pada pria dibandingkan pada perempuan.
Untuk mempermudah mengenali gangguan kepribadian paranoid, saat ini telah tersedia aplikasi psikotes online dari NS Development, yaitu tes MMPI Online. Tes MMPI online dengan mudah mengenali dan mendeteksi tinggi rendahnya gangguan paranoid yang sedang dialami. Registrasi di link ini untuk tes MMPI Online.
DIAGNOSIS BANDING GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
- Gangguan delusional, waham yang terpaku tidak ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid
- Skizofrenia paranoid, halusinasi dan pikiran formal tidak ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid.
- Gangguan kepribadian ambang, pasien paranoid jarang mampu terlibat secara berlebihan dan rusuh dalam persahabatan dengan orang lain seperti pasien ambang. Pasien paranoid tidak memiliki karakter antisosial sepanjang riwayat perilaku antisosial.
- Gangguan schizoid adalah menarik dan menjauhkan diri tetapi tidak memiliki gagasan paranoid.
PENYEBAB GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Secara spesifik penyebab dari munculnya gangguan ini masih belum diketahui, namun seringkali dalam suatu kasus muncul pada individu yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan skizofrenia, dengan kata lain faktor genetik masih mempengaruhi. Gangguan kepribadian paranoid juga dapat disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang buruk ditambah dengan keadaan lingkungan yang dirasa mengancam. Pola asuh dari orang tua yang cenderung tidak menumbuhkan rasa percaya antara anak dengan orang lain juga dapat menjadi penyebab dari berkembangnya gangguan ini.
Penyebab pasti terjadinya gangguan kepribadian paranoid belum sepenuhnya diketahui, namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi:
1. Genetik
Gangguan kepribadian kelompok A (paranoid, skizoid, dan skizotipal) lebih sering ditemukan pada sanak saudara biologis dari pasien skizofrenik. Secara bermakna gangguan kepribadian skizotipal lebih banyak ditemukan dalam riwayat keluarga skizofrenia. Korelasi yang lebih jarang ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid atau skizoid dengan skizofrenia.
2. Tempramental
Gangguan kepribadian tertentu mengkin berasal dari kesesuaian parental yang buruk misalnya kultur yang memaksakan agresi mungkin secara tidak sengaja mendorong dan dengan demikian berperan dalam gangguan kepribadian paranoid.
3. Disfungsi kognitif
Pada penelitian yang dilakukan oleh Forsell & Henderson yang dilakukan pada oarang lanjut usia menemukan bahwa disfungsi kognitif dapat menjadi faktor resiko terjadinya gejala paranoid. Dengan melakukan pengukuran aliran darah regional, pada pasien dengan gejala paranoid menunjukkan peningkatan aktifitas fungsional terutama pada regio frontal dan menunjukkan penurunan aliran darah pada regio temporal posterior.
Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Forsell & Handerson mengemukakan bahwa pasien yang mengalami isolasi sosial termasuk di dalamnya akibat perceraian, tidak memiliki teman atau jarang mendapat kunjungan memiliki hubungan dengan terjadinya gejala paranoid. Selain itu ada yang mengatakan faktor penyebab paranoid adalah:
1. Kegagalan proses belajar
Biasanya sejak masa kanak-kanak, paranoia suka menyendiri, pencuriga, mengasingkan diri, keras kepala dan sangat sensitif. Saat diingatkan mereka cemberut dan uring-uringan. Hanya sedikit dari mereka yang menunjukan kemampuan bermain dengan anak lain yang normal atau bersosialisasi dengan baik.
Latar belakang keluarga memegang peranan yang penting. Situasi lemahnya penerimaan dalam keluarga dan penggiringan sikap inferioritas akan mengembangkan sikap anak untuk berusaha menjadi superior. Ketidakmantapan latar belakang keluarga mempengaruhi perasaan anak terhadap orang lain dan membentuk perilaku negaif anak terhadap orang lain.
Proses sosialisasi yang tidak tepat membentuk perilaku anak yang mudah curiga kepada orang lain. Dengan demikian akan terbentuk sikap permusuhan dan ingin mendominasi orang lain. Kondisi ini akan saling mempengaruhi, sikap bermusuhannya direspon secara negatif olhe lingkungan dan iapun semakin curiga dengan orang lain sehingga perlahan-perlahan terbentik kepribadian yang paranoia. Selanjutnya terjadilah isolasi sosial dan ia semakin tidak percaya kepada orang lain.
Perkembangan kepribadian selanjutnya dimasa kanak-kanak ini mengembangkan suatu sikap gabungan dari merasa diri penting, kaku, arogan, ingin mendominasi dan membentuk gambaran diri yang tidak realistis dan menimpakan kegagalan atau kesialannya kepada orang lain. Mereka menjadi sangat curiga dan sangat peka menghadapi situasi ketidakadilan. Selanjut individu tidak memiliki selera humor.
Mereka mulai mengkategorikan mana orang baik dan jahat. Harapan mereka dan tujuan hidup mereka seringkali tidak realistik. Mereka menolak untuk menerima permasalahan yang dengan cara-cara yang lebih realistik. Mereka cenderung menjadi orang yang uring-uringan dan menolak kontak yang normal. Mereka tidak mampu membina hubungan sosial yang hangat, bersikap agresif dan merasa superior.
2. Kegagalan dan Inferiority
Biasanya riwayat para paranoiac sarat dengan kegagalan dalam beradaptasi dengan situasi kehidupan yang penting seperti lingkungan sosial, pekerjaan dan perkawinan. Menghadapi ini mereka bersikap rigid, membuat goal yang tidak realistik dan tidak mampu membina hubungan jangka panjang dengan orang lain. Kegagalan ini diinterpretasikan olehnya sebagai penolakan, penghinaan dan peremehan oleh orang lain.
Kegagalan ini menyebabkannya sukar untuk memahami sebab-sebab utama sebenarnya dari permasalahan yang ia alami. Misalnya, mengapa mereka harus meningkatkan kemampuannya dalam berhubungan sosial dalam rangka mencegah reaksi negatif dari orang lain – mengapa mereka sampai tidak disukai dalam pekerjaan misalnya karena mereka menyelidiki sesuatu secara sangat rinci. Ia tidak mampu untuk memahami dirinya dan situasi secara objektif, tidak mampu memahami mengapai ia sampai menarik diri dan mengapa orang lain menolaknya.
Meskipun demikian perasaan inferiority dari penderita paranoia bersifat topeng saja, karena sesungguhnya mereka ingin superior dan menganggap dirinya penting dan hal ini dimanifestasikan dalam banyak aspek dari perilakunya. Mereka sangat ingin dihargai, hipersensitif terhadap kritik, sangat teliti dan rajin.
3. Elaborasi mekanisme pertahanan diri dan “Pseudocommunity”
Kaku, merasa diri penting, tidak humoris dan pencuriga membuat penderita tidak populer dilingkungan sosialnya. Mereka saring salah menangkap maksud orang lain. Sensitif terhadap ketidakadilan.
Reaksi paranoid biasanya berkembang secara bertahap. Kegagalan yang ia alami membuat ia mengelaborasi defence mechanism. Untuk menghindari agar dinilai tidak mampu mereka mengembangkan alasan logis dibalik kegagalannya.
Secara bertahap gambaran dimulai dengan kristalisasi proses yang lazim disebut paranoid illumination. Kemudian hal tersebut berkembang sedemikian rupa sehingga penyebab-penyebabnya semakin kabur. Penderita mulai melindungi dirinya dan memiliki asumsi bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya (ditahap awal). Selanjutkan kegagalan tersebut ia timpakan kepada orang lain.
Kemudian terjadi proses apa yang disebut dengan pseudo community dimana penderita mulai mengkategorisasikan orang-orang disekitarnya (faktual atau bayangan) yang menentang atau tudak menyukai dirinya.
Kejadian-kejadian menjadi perhatian penderita. Ia selalui menyikapi hal-hal disekitarnya dengan sikap curiga. Pseudo community ini bisa disebabkan karena stress yang kuat, misalnya akibat kegagalan ditempat kerja. Ia akan menimpakan kesalahan tersebut kepada orang lain dan mulai mengidentifikasikan orang-orang yang dianggap menghambatnya atau menentang dirinya.