Pengertian Pengukuran Psikologi
Pada dasarny tes terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) maximum performance test (mengukur kemampuan maksimal individu); dan (2) typical performance test (mengukur aspek tertentu seperti perasaan, sikap, minat, atau reaksi?reaksi situasional individu, pengukuran ini sering disebut sebagai inventory test
Pengukuran adalah bagian esensial kegiatan keilmuan. Psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang relatif lebih muda harus banyak berbuat dalam hal pengukuran ini agar eksistensinya, baik dilihat dari segi teori maupun aplikasi makin mantap. Ilmu pengukuran (measurement) merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar?dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliable. Dasar?dasar pengembangan tes tersebut dibangun di atas model?model matematika yang secara berkesinambungan terus diuji kelayakannya oleh ilmu psikometri.
Pengukuran itu sendiri, dapat didefinisikan sebagai “measurement is the assignment of numerals to object or events according to rules” (Steven, 1946). Atau disebut juga “measurement is rules for assigning numbers to objects in such a way as to represent quantities of attributes” (Nunnaly, 1970). Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variable sepanjang suatu kontinum. Secara garis besar kontinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu kontinum fisik dan kontinum psikologis. Kontinum fisik adalah suatu kontinum pengukuran yang menggunakan skala fisik. Pengukuran yang menggunakan skala fisik akan menghasilkan kontinum?kontinum seperti: kontinum berat, kontinum kecepatan, dan kontinum tinggi dan lain sebagainya. Sedangkan kontinum psikologis adalah kontinum pengukuran yang menggunakan skala psikologis.
Secara operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur perbandingan antara atribut yang hendak diukur dengan alat ukurnya. Karakteristik pengukuran yang pertama adalah sebagai berikut: (1) merupakan perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya; (2) hasilnya dinyatakan secara kuantitatif; dan (3) hasilnya bersifat deskriptif. Misalnya, kuantifikasi tinggi badan dilakukan dengan membandingkan tinggi (badan) sebagai atribut fisik dengan meteran sebagai alat ukur. Oleh karena itu pada karakteristik pertama disebutkan bahwa yang dibandingkan adalah atribut. Artinya, apa yang diukur adalah atribut atau dimensi dari sesuatu, bukan sesuatu itu sendiri.
Sebaga contoh kita tidak dapat mengukur sebuah meja karena yang kita ukur bukanlah meja sebagai benda melainkan dimensi meja, semisal panjang atau lebarnya. Kita tidak pula dapat mengukur manusia karena yang dapat kita ukur adalah atribut manusianya semisal intelegensi atau prestasinya. Pengertian ini membawa makna bahwa: (1) benda atau manusia yang dimensinya diukur merupakan subjek pengukuran, bukan objek; dan (2) kita hanya akan mengetahui alat ukurnya apabila atributyang hendak diukur telah diketahui lebih dahulu.
Karakteristik pengukuran yang kedua adalah sifat yang kuantitatif. Kuantitatif berarti berwujud angka (numeric). Hal ini adalah selalu benar dalam setiap pengukuran. Suatu proses pengukuran akan dinyatakan selesai apabila hasilnya telah diwujudkan dalam bentuk angka yang biasanya dalam pengukuran fisik disertai oleh satuan ukurnya yang sesuai. Pada pengukuran panjang, akan berwujud angka semisal 25 cm atau 50 m. Pada pengukuran volume hasilnya berwujud angka semisal 360 cm atau 151. Begitu pula dalam pengukuran aspek nonfisik atau aspek psikologis akan kita temui hasil pengukuran yang berupa angka kecepatan dan ketelitian sebesar 56 misalnya, atau angka penilaian kecerdasan setinggi 120.
Karakteristik pengukuran yang ketiga adalah sifat hasilnya yang deskriptif, artinya hanya sebatas memberikan angka yang tidak diinterpretasikan lebih jauh. Hasil ukur terhdap luas terhadap luas meja adalah 240 cm tidak diikuti oleh keterangan bahwa 240 cm tersebut adalah sedang, luas, atu sangat luas. Dalam berbagai kasus, pengukuran atribut tidak dapat dilakukan secara langsung dikarenakan atribut yang hendak diukur bukan merupakan atribut dasar melainkan berupa atribut derivasi, yaitu atribut yang diperoleh dari turunan atribut?atribut lainnya. Sebagai contoh, atribut luas sebuah bidang datar tidak dapat diukur langsung karena tidak memiliki alat pengukur luas, oleh karena itu ukuran luas hanya dapat diperoleh dari derivasi ukuran atribut panjang dan ukuran atribut lebar. Misalnya untuk bidang datar berbentuk empat persegi panjang ukuran luas diperoleh dari L= px1 sedangkan untuk sebuah lingkaran ukuran luas diperoleh dari L=2?r. Demikian pula halnya untuk atribut kecepatan (walaupun kita telah lama mengenal speedo meter) pada dasarnya tetap merupakan turunan dari ukuran atribut jarak dan ukuran atribut waktu.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengukuran psikologi adalah pengukuran aspek?aspek tingkah laku yang nampak, yang dianggap mencerminkan prestasi, bakat, sikap dan aspek?aspek kepribadian yang lain. Pengukuran psikologi merupakan pengukuran dengan obyek psikologis tertentu. Objek pengukuran psikologi disebut sebagai psychological attributes atau psychological traits, yaitu ciri yang mewarnai atau melandasi perilaku. Perilaku sendiri merupakan ungkapan atau ekspresi dari ciri tersebut, yang dapat diobservasi. Namun tidak semua hal yang psikologis dapat diobservasi. Oleh karena itu dibutuhkan indikator?indikator yang memberikan tanda tentang derajat perilaku yang diukur. Agar indikator?indikator tersebut dapat didefinisikan dengan lebih tepat, dibutuhkan psychological attributes/traits yang disebut konstruk (construct).
Konstruk adalah konsep hipotesis yang digunakan oleh para ahli yang berusaha membangun teori untuk menjelaskan tingkah laku. Indikator dari suatu konstruk psikologis diperoleh melalui berbagai sumber seperti hasil?hasil penelitian, teori, observasi, wawancara, elisitasi (terutama untuk konstruk sikap); lalu dinyatakan dalam definisi operasional. Kegiatan pengukuran psikologis sering disebut juga tes. Tes adalah kegiatan mengamati atau mengumpulkan sampel tingkah laku yang dimiliki individu secara sistematis dan terstandar.
Disebut “sampel tingkah laku”, karena tes hanya mendapatkan data pada waktu tertentu serta dalam kondisi dan konteks tertentu. Artinya, pada saat tes berlangsung, diharapkan data yang diperoleh merupakan representasi dari tingkah laku yang diukur secara keseluruhan. Konsekuensi dari pemahaman ini antara lain: (1) terkadang hasil tes tidak menggambarkan kondisi pisikologis individu [yang diukur] yang sebenarnya; (2) hasil tes sangat dipengaruhi oleh faktor situasional seperti kecemasan akan suasana tes itu sendiri, kesehatan, keberadaan lingkungan fisik (misalnya suasana bising, ramai, panas dan sebagainya); (3) hasil tes yang diambil pada suatu saat, belum tentu akan sama jika tes dilakukan lagi pada beberapa waktu kemudian (walaupun ini merupakan isu reliabililtas); dan (4) hasil tes belum tentu menggambarkan kondisi psikologis individu dalam segala konteks.
Pada dasarny tes terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) maximum performance test (mengukur kemampuan maksimal individu); dan (2) typical performance test (mengukur aspek tertentu seperti perasaan, sikap, minat, atau reaksi?reaksi situasional individu, pengukuran ini sering disebut sebagai inventory test