Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Perfeksionis yang Perlu Diketahui
Lingkungan rumah dapat menjadi faktor apakah seseorang menjadi perfeksionis. Rumah yang menekankan nilai-nilai seperti kesempurnaan, prestasi, dan tidak menghakimi dapat memengaruhi seseorang menjadi perfeksionis
Setiap perilaku yang muncul tentu memiliki latar belakang yang menyebabkan perilaku tersebut ada pada diri seseorang. Artikel kali ini kita akan membahas apa sih penyebab seseorang bisa memiliki perilaku yang perfeksionis. Mari simak penjelasan artikel ini.
Faktor-faktor Penyebab Perilaku Perfeksionis
Berikut adalan faktor-faktor penyebab perilaku perfeksionis (dirangkum dari berbagai sumber):
1. Genetik atau Keturunan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin berperan dalam perkembangan perfeksionisme. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gen tertentu dapat memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi perfeksionis. Namun, seperti banyak sifat manusia lainnya, perfeksionisme bergantung pada interaksi faktor genetik dan lingkungan. Seseorang dengan kecenderungan genetik perfeksionisme mungkin tidak akan menjadi perfeksionis jika ia tidak tumbuh dalam lingkungan yang menekankan keunggulan dan pencapaian. Selain itu, meskipun genetika dapat memengaruhi kemungkinan seseorang untuk menjadi perfeksionis, genetika bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi timbulnya perfeksionisme. Faktor lingkungan seperti pola asuh, pengalaman masa lalu, dan lingkungan sosial juga dapat memainkan peran penting dalam perkembangan perfeksionisme.
2. Lingkungan keluarga
Lingkungan rumah dapat menjadi faktor apakah seseorang menjadi perfeksionis. Rumah yang menekankan nilai-nilai seperti kesempurnaan, prestasi, dan tidak menghakimi dapat memengaruhi seseorang menjadi perfeksionis. Sebagai contoh, jika orang tua atau anggota keluarga mendorong seorang anak untuk mencapai standar yang sangat tinggi, anak tersebut dapat terobsesi dengan kesempurnaan dan berusaha memenuhi harapan tersebut dengan cara apa pun. Selain itu, jika lingkungan rumah adalah lingkungan yang mengkritik kesalahan atau kekurangan anak, anak dapat mengembangkan sikap kritis terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Dalam hal ini, peran orang tua dan lingkungan rumah sangat penting dalam membentuk pola pikir dan perilaku seseorang, sehingga penting bagi orang tua untuk mendukung, mengakui, dan mencontohkan bagaimana menghadapi kegagalan dan kekurangan sehingga anak-anak mereka belajar keseimbangan antara pencapaian yang tinggi dan penerimaan kekurangan.
3. Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman masa lalu juga dapat mempengaruhi perkembangan perfeksionisme. Sebagai contoh, mereka yang terus-menerus ditekan oleh orang tua atau guru untuk berprestasi saat masih kecil dapat mengembangkan rasa takut atau cemas akan kegagalan dan kesalahan. Hal ini dapat membuat mereka berusaha memperbaiki atau menyempurnakan setiap detail, bahkan ketika hal itu tidak diperlukan. Trauma masa kecil atau pengalaman buruk di masa lalu, seperti pelecehan atau perundungan, juga dapat menyebabkan seseorang menjadi perfeksionis sebagai cara untuk mengendalikan lingkungan mereka dan meminimalkan ketidakpastian dan risiko di masa depan. Perilaku perfeksionis dapat menjadi mekanisme koping yang digunakan untuk mengurangi kecemasan dan rasa tidak aman karena pengalaman buruk di masa lalu.
4. Kepribadian
Kepribadian seseorang juga dapat memengaruhi perkembangan perfeksionisme, dengan tipe kepribadian tertentu, seperti Tipe A dan Tipe C, yang lebih rentan terhadap perfeksionisme. Sebagai contoh, orang Tipe A rentan terhadap perfeksionisme karena mereka memiliki dorongan kompetitif yang kuat untuk mencapai prestasi dan produktivitas, dan mereka cenderung mengalami depresi atau merasa bahwa mereka tidak menggunakan waktu mereka secara efisien jika mereka tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif. Di sisi lain, tipe C cenderung perfeksionis dalam hal pengendalian diri dan pengaturan emosi. Dalam situasi yang penuh tekanan, mereka cenderung bereaksi dengan mengurung diri atau menekan emosi mereka, bahkan jika hal itu merugikan kebahagiaan mereka sendiri. Namun, tidak semua kepribadian memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang perfeksionis.
5. Budaya dan sosial
Budaya dan lingkungan sosial juga dapat memengaruhi perkembangan perfeksionisme pada seseorang. Beberapa budaya dan lingkungan sosial dapat mendorong nilai-nilai perfeksionisme lebih dari yang lain. Sebagai contoh, di beberapa budaya Asia, seperti Jepang dan Korea, perfeksionisme dianggap sebagai nilai yang penting dan berharga dalam konteks pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Bahkan di lingkungan kerja, kebutuhan untuk mencapai tingkat keunggulan yang tinggi dalam pekerjaan dan kinerja dapat menyebabkan perfeksionisme. Tekanan untuk mencapai tujuan yang tinggi atau memenuhi standar yang ketat dapat membuat orang berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan dalam setiap detail pekerjaan mereka, meskipun hal itu tidak realistis atau tidak sehat. Pengaruh lingkungan sosial, seperti keluarga, teman, dan jejaring sosial, juga dapat memengaruhi persepsi tentang keunggulan dan standar yang harus dicapai. Tuntutan untuk selalu tampil di level yang tinggi atau menjadi sempurna dalam hal penampilan atau karakter dapat mengarah pada perilaku perfeksionis.
Perfeksionis dalam beberapa tentu baik untuk kita namun, ketika sesuatu perilaku tersebut memiliki dan membawa dampak yang mengganung aktivitas kita dapat menjadi sumber masalah baru. Apalagi orang perfeksionis sudah pada tahap ekstrem tentunya harus ditangani dengan beberapa pengobatan terapi. Untuk mengetahui seseorang memiliki kritetia sehat mental sebuah alat tes rancang untuk mengetahui itu salah satunya Tes MMPI Online.