logo PT Nirmala Satya Development
Tahap-tahap Stres

Ketika dihadapkan pada situasi yang secara potensial untuk menimbulkan stres, maka hal pertama yang dilakukan individu adalah mengartikan situasi tersebut dan melihat dampaknya terhadap kesejahteraan dirinya.

Terdapat beberapan tahapan terhadap stress. Lazarus (1984) berpendapat bahwa reaksi individu terhadap stres terjadi melalui tiga tahap yang diawali dengan primary appraising (menilai secara primer), secondary appraising (menilai secara sekunder), dan coping. Primary appraising terjadi saat individu merasakan adanya ancaman. Ketika dihadapkan pada situasi yang secara potensial untuk menimbulkan stres, maka hal pertama yang dilakukan individu adalah mengartikan situasi tersebut dan melihat dampaknya terhadap kesejahteraan dirinya.

Pada primary appraising, individu menginterpretasikan apakah situasi tersebut dipersepsikan dapat menimbulkan bahaya atau kerugian yang baru saja terjadi pada hidupnya (harm-loss), merupakan suatu ancaman terhadap masa depannya (threat), atau suatu tantangan yang harus dihadapinya. Cox (dalam Appley & Trumbull, 1986) mengatakan bahwa setelah individu menilai bahwa situasi yang dihadapi menimbulkan stres ditambah dengan kesadaran akan masalah, maka akan terbentuk perubahan psikologis dan fisiologis yang bentuknya adalah perasaan cemas, tegang, depresi, dan emosi-emosi negative lainnya.

Secondary appraising merupakan penilaian yang dilakukan individu terhadap sumber daya yang tersedia untuk dapat melakukan coping. Meskipun umumnya penilaian sekunder ini terjadi setelah penilaian primer, namun menurut Cohen dan Lazarus (dalam Sarafino, 2002) tidak harus selalu demikian. Kedua proses ini saling terkait dan terkadang ketika individu berada pada tahap sekunder, proses stresnya dapat kembali ke tahap primer. Hal ini dapat terjadi saat individu memiliki keterbatasan sumber daya yang dapat dianggap sebagai ancaman. Sumber daya tersebut dinilai tidak ada atau sangat kurang untuk mengatasi stres.

Pada secondary appraising, individu mengevaluasi sumber daya yang dimilikinya dan menentukan seberapa efektifnya sumber daya itu untuk digunakan dalam mengatasi kejadian tersebut. Sumber-sumber ini meliputi: sumber-sumber sosial, materi dan fisik, serta faktor-faktor intelektual, seperti kemampuan menyelesaikan masalah, keterampilan verbal, dan kemampuan sosial (Cox, dalam Appley & Trumbull, 1986).

Hasil secondary appraising tersebut akan mengarahkan individu dalam upaya mengatasi masalah. Tepat atau tidaknya penilaian sekunder akan terlihat melalui bentuk upaya yang dipilih untuk mengatasi masalah. Bila penilaiannya benar, maka individu dapat mengatasi masalahnya secara efektif. Upaya yang ditujukan untuk mengatasi masalah disebut coping (Lazarus, 2000).

Dr. Robert J. Van Amberg (dalam Hawari, 2001) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stress sebagai berikut:

Stres tahap I

Merupakan tahapan stres yang paling awal dan paling ringan. Tahapan ini biasanya disertai dengan perasaan-perasaan positif. Perasaan tersebut misalnya semangat bekerja besar dan berlebihan, penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, serta merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari terdapat dampak negative pula. Cadangan energi didalam tubuh dihabiskan disertai munculnya rasa gugup yang berlebihan pula.

Stres tahap II

Dampak stres yang semula menyenangkan dan positif mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sebab tidak ada cukup waktu untuk beristirahat sepanjang hari. Pada tahap ini timbul keluhan-keluhan dan gejala seperti: merasa lelah dan tidak ada semangat waktu bangun tidur pagi, merasa mudah letih dan merasa cepat capai, mengeluh lambung dan perut tidak nyaman, jantung berdebardebar, otot punggung dan tengkuk terasa tegang, dan tidak bisa bersantai.

Stres tahap III

Keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu didapatkan dalam tahap ini, yaitu: gangguan lambung dan usus yang semakin nyata misalnya gastritis dan diare, ketegangan otot-otot yang semakin terasa, perasaan tidak tenang dan ketegangan emosional yang semakin meningkat, gangguan pola tidur (insomnia) dan terganggunya kordinasi tubuh. Apabila sudah semakin berat yang ditandai dengan gejala-gejala tersebut seseorang sudah harus berkonsultasi dan mendapat terapi. Beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh banyak beristirahat.

Stres tahap IV

Didalam tahap ini, keluhan-keluhan stres tahap III diatas oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukannya kelainan fisik pada organ tubuh. Penderita terus memaksakan diri untuk bekerja terus menerus tanpa istirahat dan akan muncul gejala-gejala seperti pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit, kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai, ketidakmampuan melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari, gangguan pola tidur yang disertai mimpi-mimpi yang menegangkan, negativisme, daya ingat dan konsentrasi menurun, dan timbul perasaan ketakutan dan kecemasan.

Stres tahap V

Apabila gejala-gejala dalam tahap IV terus berlanjut dan tidak ada Tindakan pencegahan serta pengobatan maka akan jatuh pada stres tahap V yang ditandai dengan: kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana, gangguan sistem pencernaan yang semakin berat, timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

Stres tahap VI

Tahap VI ini merupakan tahap klimaks dan tahap akhir, dimana seseorang mengalami serangan panik dan perasaan takut mati. Gambaran stres pada tahap ini adalah: debaran jantung yang sangat kuat, susah bernapas (sesak dan megap-megap), seluruh tubuh gemetar, dingin dan keringat bercucuran, tidak ada tenaga untuk hal-hal yang ringan, sampai hal-hal yang mengancam seperti pingsan.

 


DAFTAR PUSTAKA

Folkman,S& Lazarus.(1984). Personal Control and Stress and Coping Processes: a Theoritical Analysis. Journal of Personality and Psychology Vol.46, No.40, 839-858.

Lazarus, R.S. and Folkman S. (1986). Cognitive Theories Of Stress And The Issue Of Circularity. In M H Appley and R Trumbull (Eds), (1986). Dynamics of stress. Psychological. Psychological, and Social Perspectives (pp. 63-80). New York; Plenum. Abstract-PsycINFO.

Sarafino, E.P. (2002). “Health Psychology: Biopsychosocial Interactions”, Fourth Edition. New Jersey: HN Wiley.

Hawari, H. (2001). Manajemen Stress,Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.